Satu hal yang bisa saya
simpulkan dari hasil saya membaca beberapa blog dari anak-anak muda Indonesia
yang berhasil menginjakkan kaki di Eropa, bahwa cita-cita untuk sekedar sampai
ke benua itu sangat possible untuk dicapai.
Dari yang saya baca,
terdapat beberapa cara untuk bisa ke sana, tentu khususnya bagi orang seperti
saya (mempunyai dana yang terbatas, mementingkan irit di atas keyamanan,
dan berusaha mandiri, tidak mengandalkan uang dari orang tua). Bagaimana
caranya?
Pertama, mencari
beasiswa untuk bisa kuliah di sana. Sebagaimana yang saya baca, mahasiswa
Indonesia yang datang ke Eropa yang memperoleh beasiswa itu kebanyakan untuk
studi Master (S2) atau Doktoral (S3). Ada banyak sekali program beasiswa yang
bisa diikuti oleh mahasiswa Indonesia yang mau melanjutkan studi di sana,
tentunya harus memenuhi standar dan persyaratan dari Universitas tersebut.
Kegigihan dan semangat adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh seorang scholarship hunter, karena sangat jarang
bisa diterima hanya dengan satu kali apply. Kebanyakan dari mereka harus
mengirim berkali-kali application ke
berbagai Universitas yang tersebar di Eropa, untuk kemudian bisa diterima
sebagai mahasiswa di salah satu Universitas di sana.
Namun jika dirasa untuk
mendapatkan beasiswa sangat sulit, karena mempunyai berbagai kendala, maka cara
kedua patut untuk dipertimbangkan. Cara kedua yaitu dengan mengikuti program Au-pair. Dari yang saya baca, Au-pair artinya balas jasa atau memiliki
hubungan timbal balik. Dimana di satu sisi, ada mahasiswa atau sarjana yang
sangat ingin merasakan hidup di negara lain, ingin belajar budaya dan bergaul
dengan orang-orang bangsa lain, ingin belajar suatu bahasa di negara aslinya, namun
tidak memiliki dana yang cukup untuk pergi ke sana secara mandiri. Kemudian
disisi lain terdapat satu keluarga pekerja yang memiliki anak kecil sangat
membutuhkan pengasuh untuk mengurusi anaknya selagi mereka sibuk dengan
pekerjaan, maka Au-pair lah yang
menjembatani keduanya (mahasiswa dan keluarga tersebut). Jadi mahasiswa bisa
tinggal di dalam keluarga tersebut, disediakan kamar sendiri, fasilitas yang
memadai, makan gratis, belajar di lembaga kursus bahasa, dan diberikan uang
saku. Sebagai balas jasanya, mahasiswa harus menjadi kakak asuh yang bertugas
mengurusi anak kecil dalam keluarga tersebut maksimal 30 jam/minggu, tergantung
kesepakatan antara mahasiswa dengan keluarga. Untuk lebih jelasnya, di google search, jika mengetikkan keyword: Aupair maka di sana
akan bermunculan blog-blog dari mahasiswa yang telah menjalani program ini.
Singkatnya, banyak
jalan menuju Roma. Saya jadi berfikir, seandainya saya adalah seorang sarjana freshgraduated, maka saya tidak akan
buru-buru mencari pekerjaan ataupun menjadi PNS. Saya tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan untuk menempuh kedua cara di atas untuk bisa ke Eropa. Mungkin tidak
semua orang setuju dengan saya. Tapi itulah saya. Saya ingin menatap dunia.
Dunia yang jauh di luar sana. Yang tidak pernah saya kunjungi. Yang
orang-orangnya tidak pernah saya temui. Yang bahasanya akan sangat asing di
telinga.
Semoga tesis saya cepat
selesai. Amin.
Btw, au pair gak harus berstatus mahasiswa loh. Beberapa temen saya ikutan au pair setelah lulus kuliah. Haha. Tapi untung2an sih kalo jadi au pair. Kalo keluarganya asik ya menyenangkan, kalo keluarganya malah ngegunain au pairnya jadi semacam maid.. beuh, capeee hahaha. Mending beasiswa deh :D
BalasHapusSemoga segera mencapai Roma ya :)
Hehe... ok, makasih Nyanya. Btw, saya suke baca tulisan kamu.. :-)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus