Bandung, 21 Februari 2014
00.42 WIB
Entah apa yang lagi merasuki pikiranku, tiba-tiba saja di
tengah malam seperti ini tergugah hati untuk menulis. Bukan, bukan menulis
tentang proposal tesis yang harusnya menjadi fokusku saat ini, tapi tentang ceritaku
dengan sebuah kota, kota yang mempunyai ruang lain di hati, Jogjakarta.
Dibanding dengan “Yogyakarta” aku lebih suka menuliskan nama
kota ini dengan “Jogjakarta” seperti pengucapannya yang lebih familiar
ditelinga serta lebih enak di lidah. Sejujurnya, aku baru bertandang ke kota
itu sebanyak 2 kali. Pertama, pada Januari 2010, saat itu aku bersama rombongan
teman-teman kampusku mengadakan study tour yang salah satu agendanya adalah
bersilaturrahim dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
UGM dan juga lawatan ke Jogja International Hospital, jadilah kami berada di
Kota itu selama 2 hari. Pada kunjungan pertama itu, walaupun hanya mempunyai
waktu yang sedikit untuk menikmati suasana kota itu, aku sudah merasa jatuh
cinta. Jika ditanya mengapa, aku juga tidak tahu jawabannya, tapi bukankah
jatuh cinta tidak perlu alasan?
Kali kedua aku berkunjung ke Jogja yaitu pada ujung bulan Januari
2014 lalu, dan untuk kedua kalinya pula aku jatuh cinta dengan kota itu. Kota
itu seakan mempunyai magnet yang sangat kuat bagiku, suasananya,
orang-orangnya, angkringannya, bangunan-bangunannya, setiap sudut jalannya,
bahkan seakan aku bisa mencium wangi aroma kota itu yang mungkin cuma aku
sendiri yang bisa menerjemahkannya. Tak salah ketika ia disebut sebagai kota
istimewa, karena memang setiap hal di sana sangat istimewa. Akan tetapi, bukan
berarti aku ingin terus berada di sana atau bahkan tinggal disana, bukan.
Justru aku tidak ingin tinggal di sana karena aku takut jika aku tinggal disana
maka semua rasa cintaku akan menjadi hambar, karena jika kau berada di dalamnya
dalam waktu yang lama, apapun itu, semua akan menjadi terbiasa dan tak
bermakna. Aku tidak mau rasa itu hilang, biarlah kota itu menjadi kota yang
selalu akan kurindukan.
Pada Palembang, akan tetap menjadi kota kelahiranku dimana
merupakan satu-satunya kota yang bisa ku sebut sebagai tempatku untuk pulang.
Pada Belitong, akan selalu menjadi tempatku bersuka hati.
Pada Bandung, akan tetap kusebut sebagai kota yang membuatku
betah untuk tinggal.
Dan pada Jogja, akan selalu menjadi tempat teristimewa, kota
yang selalu bisa membuatku jatuh cinta, kota yang akan selalu aku rindui.
Jogja..sungguh aku merindukan kota itu dan segala sesuatu
yang ada di dalamnya.